Minggu, 01 Maret 2009

KELAPA MUDA



Hampir tiap minggu saya selalu menyempatkan diri untuk menikmati air kelapa muda. Selain menyegarkan kerongkongan, air kelapa muda katanya bisa membersihkan Ginjal. Bagi kaum wanita khususnya, pada masa kehamilan banyak yang mengkonsumsi air kelapa muda karena bisa membuat kulit bayi yang di kandungnya menjadi bersih. Urusan kebenaran dari statement diatas bukan menjadi urusan saya, karena semuanya saya dapatkan dari cerita dari mulut kemulut dan belum pernah ada penelitiannya.
Tapi cerita tersebut sering saya dengar dari penikmat air kelapa muda yang lain ketika sedang menikmati air kelapa muda di pinggir jalan. Biasanya penjual kelapa muda tempat saya sering singgah terletak di pinggiran jalan Merdeka timur di bawah pohon sebagai tempat perlindungan dari terik matahari. Tempat penjual air kelapa itu sangat sederhana, terdiri sebuah gerobak dengan beberapa kursi plastik dan sebuah meja tempat menjual aneka panganan lain seperti kroket, kue sus, tart susu,risoles,bakwan,kue lapis,bolu,cucur, donat, cwa kwee sengkuang,keladi, kucai,dan nasi kuning.
Penjual air kelapa muda di pinggir jalan yang sederhana itu menjadi begitu menarik untuk selalu ramai di kunjungi pembeli.
Karena si penjual yang sepertinya seluruh keluarga di libatkan mulai dari bapak ibu sampai anak keponakan menerapkan management penjualan yang dapat di bilang cukup lumayan. Untuk pemecah batu esnya saja mereka menggunakan mesin pemecah, sedangkan ditempat lain yang pernah saya lihat masih menggunakan bekas ban dalam mobil. Es dimasukkan ke ban kemudian di pukul berkali kali sehingga menjadi butiran es yang berukuran kecil.
Kemudian, mereka melayani pembeli seperti melayani anggota keluarganya saja, semua pembeli baik langganan maupun bukan langganan terkesan akrab dengan penjual. Penjualnya familiar dengan semua pembeli. Kita sering berbicara akrab dan saling bercanda.
Pernah satu ketika saya mampir untuk minum air kelapa mungkin karena saat itu persedian kelapanya menipis, saya hanya dapat airnya saja tanpa kelapanya sayapun protes ke penjualnya, ”ci,kok air kelapanya ndak ada isinya,harganya beda dong dikorting ya?”.Si Penjual bilang “hampang lah pak” bicara dengan logat cinanya.Saya bilangnya “maksudnya gimana Ci?”
“gini pak ,bapak nanti sinik agik,nanti aku kasih isi kelapa dua kali lipat”, gurau si Amoy penjual kelapa.
Memang janjinya sering di tepati walau saya jarang mengingatkan ke amoy tadi.
Ada juga satu waktu pulang dari menjemput anak pulang sekolah kami mampir untuk minum dan makan kue cha kwee yang memang disukai si Ratih. Kue dimakan ,tapi karena keasyikan sampe lupa berapa jumlah kue yang telah di makan sehingga pada saat dikalkulasi untuk membayar menjadi kesulitan. Saya pun bertanya ,”apa kau tak lugi keh? Nanti olang makan lima die bilang tige”,biase kitepun ikut ngomong dengan logat kecinean juga.Die Jawab”telselah dielah pak,die yang beldose”.
Dengan kalimat jawaban seperti itu saya langsung menerawang jauh ke masa waktu zamannya masih sekolah dulu ketika waktu masih nakal-nakalnya,berapa banyak korban yang pernah kita buat. Ada tukang bakso lewat di depan sekolah kita panggil saat bel sekolah hampir mau masuk dan begitu bakso barusan selesai dimakan bel berbunyi kita langsung lari saja tanpa bayar.
Jangan tanyakan lagi, si penjual langsung lapor ke kepala sekolah,tapi itu memang sudah kami perhitungkan pasti kepala sekolah nyariin dengan petunjuk dari si penjual bakso tadi dari kelas ke kelas. Hasilnya tentu saja nihil! Karena kami sembunyi di WC. Begitu yang di cari tak diketemukan, baru kita keluar dari WC.Pokoknya pada masa sekolah apalagi STM,nakalnya bukan main.Termasuk juga soal makan kue lima bilang tiga. Takkan bisa disebutkan dengan bilangan kecuali,sering.
Ada juga kejadian kami sering makan gado-gado si mbah yang memang enak tapi tak punya duit, kita nekat aja pesan.Kemudian di saat pembeli ramai untuk di buatkan gado-gado si mbah sibuk mengulek kacang di saat itulah kami pergi meninggalkan warung tanpa bayar.Dan yang paling mengherankan si mbah, tidak pernah tahu atau mungkin pura – pura tak tahu, gado gadonya tetap laku,simbah tak pernah bangkrut dan tetap sehat(awet tua mbah..ha..ha.).
Tapi untuk urusan dengan si mbah sudah pernah kami selesaikan beberapa tahun kemudian dengan cara,saat kami sudah bisa cari uang sendiri dan punya uang, kami bernostalgia makan gado-gado si mbah lagi, pada saat membayar, kami bayar lebih. Si mbah kaget kok uangnya lebih banyak .Kita pun bilang “sekalian untuk bayar utang mbah!”
“Utang yang mana? Kalian kan ndak ada utang sama mbah,”si Mbah menjawab dengan wajah penuh keheranan.
“Dulu,waktu masih sekolah ,makan sering tak bayar mbah,” kami bilang sambil tertawa-tawa.
Si Mbah sebenarnya menolak dibayar, tapi kami memaksanya dan akhirnya mbah pun mau menerima juga.
Untuk kejadian diatas semua pada saat ini saya mohon ampun dari ALLAH atas kenakalan kami yang dulu.Untung nakalnya sudah ditinggalkan nggak kebawa sampai sekarang.
Memang benar suasana dalam berinteraksi antara penjual dan pembeli dibuat seperti keluarga, akan mengundang pelanggan untuk berkunjung kembali. Karena yang kita jual bukan hanya barang tetapi suasanapun layak juga untuk dijual.
Amoy....amoy.!!!!!!!!

Tidak ada komentar: